Terowongan Rahasia
Terowongan Rahasia
Suasana
berangsur-angsur hening. Dentingan perkakas yang saling beradu diantara sendok
dengan gelas, mangkuk dan piring, sudah tidak terjadi lagi. Para petugas yang
mengontrtol makanan dan minuman sudah berhenti melakukan panambahan hidangan.
Dikarenakan makanan memang masih cukup ada, masih cukup untuk tamu yang ada.
Bahkan mereka mulai mencicil untuk menyingkirkan aneka perkakas yang sudah
kotor oleh sisa-sisa makanan dan minuman. Bersamaan dengan itu, datanglah
rombongan petapa yang sengaja mampir untuk meminta makanan. Jumlahnya enam
orang lima orang putra dan satu orang putri. Kedatangannya disambut hangat oleh
para Pandawa, mereka dipersilakan menikmati makanan yang masih terhidang dengan
leluasa.
Sementara
itu Sengkuni dan Duryudana dibuat geram. Warga Kurawa telah gagal melaksanakan
tugasnya. Semula diharapan warga Kurawa ikut berpesta tersebut hanya untuk
membuat suasana pesta meriah. Dengan berpura-pura ikut makan dan minum
sebanyak-banyaknya, agar para Pandhawa terpancing untuk ikut makan dan minum
sampai mabuk dan tak sadarkan diri, sehingga dengan mudah Sengkuni dapat
melaksanakan rencananya yaitu membakar Bale Sigala-gala beserta Kunthi dan para
Pandhawa
Namun yang
terjadi justru sebaliknya. Para warga Kurawa lah yang tidak dapat menahan diri.
Mereka terlalu banyak makan dan minum sehingga menjadi mabuk Perilaku warga
Kurawa tersebut secara tidak sadar telah menghambat rencananya sendiri, rencana
warga Kurawa yang diprakarsai oleh Patih Sengkuni. Tentunya tidaklah mungkin
untuk menunggu mereka yang mabuk sadar kembali. Sengkuni dan Duryudana harus
berpacu dengan waktu. Jangan sampai fajar mulai merekah diufuk Timur,
Bale-Sigala-gala masih utuh berdiri.
Maka dengan
hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi Kunthi dan anak-anaknya,
Duryudana dibantu oleh para hulubalang dan tenaga kasar yang lain, memapah
keluar para pemabuk yang tak sadarkan diri. Setelah semua warga Kurawa dan
beberapa orang yang mabuk di amankan di tempat yang jauh dari Bale Sigala-gala,
Sengkuni mempersilakan Kunthi dan Nakula untuk beristirahat dan tidur di ruang
yang telah disediakan, tepatnya di belakang ruang pesta, menyusul Bimasena,
Arjuna dan Sadewa. Ketika Kunthi dan Nakula menuju ke ruang belakang, mereka
melihat ke enam Petapa tidur nyenyak sekali di lantai, tidak seberapa jauh
dengan pintu ruang belakang. Mereka sangat kecapaian. Dewi Kunthi menyapa
lembut, dengan tanpa mengharap balasan. “Selamat malam sang petapa, selamat
beristirahat dan sampai jumpa di esok hari.”
Malam
merambat menuju pagi. Dari kejauhan, terdengar suara kentongan yang berbunyi
dua kali, mengisyaratkan bahwa waktu telah menunjukan pukul dua dini hari.
Sampai di ruang belakang Kunthi melihat Bimasena, Arjuna dan Sadewa masih
terjaga. Yang mengejutkan Kunthi bahwa diantara mereka ada seorang abdi dari
Panggombakan, orang terdekatnya Yamawidura yang ahli membuat terowongan,
bernama Kanana. Ada apa dengan Kanana?
Dengan wajah
serius Kanana memohon agar diberi kesempatan menjelaskan hal rahasia dengan
tanpa didengar oleh orang lain selain Dewi Kunthi dan dan anak-anaknya. Pintu
ruangan ditutup perlahan sekali, mereka memusatkan perhatian dan pandangannya
pada Kanana yang akan membeberkan hal penting penuh rahasia.
“Mohon maaf
sebelumnya, Ibu Kunthi dan para Putra, beberapa pekan lalu, saya diperintahkan
untuk membuat terowongan rahasia sebagai jalan penyelamatan jika sewaktu-waktu
terjadi bencana di pesta Bale Sigala-gala. Terutama kepada Raden Bimasena, Bapa
Yamawidura mengingatkan agar selalu waspada dan bertindak cepat untuk
menyelamatkan Ibu Kunthi beserta saudara-saudaranya, sewaktu bencana yang di
kawatirkan benar-benar terjadi. Inilah pitu terowongan itu.
Kunthi dan
para Pandawa ternganga. Mereka tidak menyangka bahwa lantai yang beralas
permadani di ruang itu dapat dibuka dengan mudah. Setelah dibuka oleh Kanana
ternyata dari lobang tersebut ada tangga yang menuju ke pintu terowongan. “Jika
terjadi sesuatu, terowongan inilah yang akan membawa kita sampai di bawah bukit
dengan selamat”
Baru saja
Kanana akan menutup pintu terowongan kembali, mereka dikejutkan oleh cahaya
merah yang tiba-tiba saja menjadi besar. Hawa panas dengan cepat merambat ke
seluruh tubuh mereka.
“Kebakaran!
Kebakaran! Kebakaran!
Kunthi
teringat kepada ke enam petapa yang tidur tidak jauh dari pintu ruangan ini.
Tetapi ketika akan membuka pintu, ternyata pintu tersebut telah dikancing dari
luar. Kunthi sempat berteriak “ Selamat malam Sang Petapa” Kunthi berusaha
untuk membuka pintu, namun sebelum berhasil ia telah disaut oleh Bimasena dan
bersama para Pandhawa dibawa masuk ke pintu terowongan. Kanana bergerak cepat
menutup pintu, setelah Kunthi dan anak-anaknya dipastikan telah masuk
terowongan
Posting Komentar