MAHABARATA Pesanggrahan Pramanakoti
MAHABARATA Pesanggrahan Pramanakoti
Bukti nyata
bahwa kemampuan Pandawa dalam menyerap ilmu Sokalima lebih baik dibanding
dengan warga Kurawa, dapat ditengarai ketika diadakan pendadaran murid-murid
Sokalima. Dalam ketrampilan berolah aneka senjata keluarga Pandawa lebih
unggul. Demikian juga ketika Durna menguji murid-muridnya untuk menundukkan
Raja Durpada dan Patih Gandamana. Yang berhasil menundukkan mereka adalah
keluarga Pandawa. Oleh karena alasan tersebut warga Kurawa merasa terancam atas
keberadaan keluarga Pandawa yang lebih sakti dan lebih unggul. Maka disusunlah
sebuah rencana untuk menyingkirkan warga Pandawa. Bima yang secara fisik
mempunyai kekuatan yang luar biasa, tetapi lugu dan sederhana dalam pola pikir,
dijadikan target utama dan pertama untuk disingkirkan. Patih Sengkuni dan
Duryudana menyusun rencana untuk membunuh Bima. Maka dibuatlah sebuah
pesanggrahan yang nyaman dan indah di hutan Pramanakoti, di pinggir Sungai
Gangga.
Bimasena diundang
pesta di pesanggrahan tersebut. Makanan dan minuman tersedia melimpah. Bimasena
datang sendirian memenuhi undangan Duryudana yang dianggap sebagai saudara tua
yang dihormati. Sengkuni, Duryudana, Dursasana, dan warga Kurawa lainnya
menampakkan rasa persahabatan penuh keakraban dalam menjamu Bimasena. Tanpa
perasaan curiga, Bimasena menikmati hidangan yang disajikan.
Berkali-kali
Duryudana menambah tuak ke dalam bumbung minuman di tangan Bima. Entah mengapa,
Bima tak kuasa menolak tawaran warga Kurawa. Apakah ia takut akan menyakiti
hati para Kurawa jika menolak tawarannya. Walau sesungguhnya Bimasena telah
merasakan kepalanya berat dan pusing karena kebanyakan minum tuak, toh ia
selalu meneguknya tatkala minuman yang ada di bumbungnya ditambah Duryudana.
Sekuat apa
pun Bima bertahan memaksakan diri untuk menuruti kehendak para Kurawa, akhirnya
sampailah pada batas daya tahan Bimasena. Selanjutnya Bimasena tidak kuat lagi
dan jatuh di lantai. Sebagian besar warga Kurawa terkejut melihat Bima jatuh
begitu cepat. Namun tidak banyak yang tahu kecuali Sengkuni dan Duryudana,
bahwasanya tuak yang khusus diminum Bimasena telah dicampuri dengan racun yang
mematikan. Bima terkulai tak berdaya, dari mulutnya keluar busa berwarna putih.
Sengkuni segera memerintahkan warga Kurawa segera mengikat badan Bimasena
dengan akar-akar pohon. Setelah diikat kuat-kuat, lalu diberi bandul batu yang
sangat besar, Bimasena dilemparkan ke sungai Gangga yang membentuk kedung
dengan kedalaman lebih dari 12 meter. Warga Kurawa bersorak gembira, bak
tumpukan batu bata yang roboh membarengi deburan air sungai Gangga yang memecah
ditimpa Bimasena.
Sebentar
kemudian permukaan air sungai Gangga menutup kembali untuk menyembunyikan apa
yang sesungguhnya terjadi dengan diri Bimasena. Puluhan pasang mata warga
Kurawa tak kuasa menembus kedalaman sungai Gangga lebih dari satu meter. Namun
semua yang ikut pesta mempunyai anggapan yang sama, bahwa Bimasena akan segera
mati.
Kedung
Sungai Gangga terkenal sangat gawat, karena dihuni oleh ribuan ular ganas yang
dirajai oleh raja ular bernama Aryaka. Ular-ular ganas tersebut tidak
membuang-mbuang waktu. Mereka bergerak amat cepat menyambut benda asing yang
masuk ke dalam air. Beratnya tubuh Bima ditambah dengan beratnya batu
mengakibatkan tubuh Bimasena tenggelam semakin cepat menuju ke dasar sungai.
Ribuan ular beracun mematuki tubuh Bima.
Eloknya
terjadi peristiwa yang tak terbayangkan manusia. Patukan ular-ular beracun
tersebut tidak membuat Bimasena mati lebih cepat. Racun yang telah masuk di
tubuh Bima lewat minuman yang disajikan, tidak mempunyai daya pembunuh lagi,
bahkan telah menjadi tawar ketika bereaksi dengan racun akibat patukan ribuan
ular. Dengan sangat cepat tubuh Bimasena berangsur-angsur pulih kekuatannya.
Bimasena kemudian sadar, tetapi tidak diberi kesempatan untuk mengingat
kejadian yang menimpa dirinya, karena sekujur badannya dipatuk oleh ribuan ular
berbisa. Ia mengamuk membunuh ribuan ular yang menyerangnya. Raja ular Aryaka
mendapat laporan bahwa ada orang mengamuk di dasar sungai, dan telah membunuh
ribuan ular. Raja Aryaka mendekatinya, dan tahulah dia bahwa orang itu bukan
orang sembarangan. Bima adalah anak Dewa Bayu, dewanya angin.
Dengan
keramahan kebapakan. Naga Aryaka mendekati Bimasena. Dan redalah kemarahan
Bimasena. Kemudian Bimasena melakukan penghormatan kepada Naga Aryaka dan
meminta maaf atas kelakuannya karena telah membunuh ribuan rakyatnya. Setelah
segalanya menjadi baik, termasuk ular-ular yang telah dibunuh dihidupkan
kembali oleh Naga Aryaka, Bima ingat akan semua kejadian yang menimpanya sejak
awal hingga akhir, dan menceritakannya kepada Naga Aryaka.
Posting Komentar