MAHABARATA KISAH AMBA DAN BHISMA ( BISMA ) VERSI LAIN
MAHABARATA KISAH AMBA DAN BHISMA ( BISMA ) VERSI LAIN

KISAH AMBA DAN BHISMA ( BISMA ) VERSI LAIN
Dalam
versi lain disebutkan bahwa kematian Amba adalah karena ketidaksengajaan Bisma.
Ketika Usai Sayembara, Dewi Amba ternyata telah jatuh cinta pada Bisma. Untuk
menjauhi Amba, Bisma lebih memilih untuk mengembara. Namun, Amba selalu
mengikuti kemanapun Bisma pergi, hingga suatu ketika Amba memberanikan diri
menemui Bisma:
"Mengapa kau mengikuti sayembara kerajaan jika kau tak mau menikah bersamaku?", tanya Dewi Amba.
"Mengapa kau mengikuti sayembara kerajaan jika kau tak mau menikah bersamaku?", tanya Dewi Amba.
"Aku
mengikuti sayembara untuk adik tiriku, karena kau akan jadi
permaisurinya", jawab Bisma.
"Tapi
aku hanya mencintaimu dan ingin hidup bersamamu Bisma" Dewi Amba
bersikeras atas perasaan hatinya.
"Amba,
Maafkanlah aku..., (terus menghindari Amba dengan melepas peluk dan cium mesra
Amba), aku tidak mungkin bersamamu dan menikahimu, aku telah bersumpah
Brahmacahri, tak akan ingkar sumpahku demi Kerajaan Astina, aku tak akan
menikah hingga aku mati" jawab Bisma.
Tapi
Dewi Amba terus membujuk memanja, memohon, memaksa memeluk dan menciuminya agar
Bisma mau menikah dengannya dan bukan dengan adik tiri Bisma. Bisma menjadi
bertambah bingung, Ia terus mencoba menjauhi Amba, lalu mengeluarkan Busur
Panahnya untuk sekedar menakut-nakuti Dewi Amba, agar Amba pergi darinya.
“Sudahlah Amba, tolong jangan mendekat lagi, Atau aku tak akan segan-segan panah ini membunuhmu jika terus memaksaku.”
Amba tidak takut dengan ancaman Bisma, ia berkata bahwa, “Baiklah, (sambil memejamkan mata) Cepat Bunuhlah aku, lebih baik aku mati dengan Bahagia di tanganmu, dari pada harus menanggung malu kembali ke kerajaan Kasi ataupun Hastinapura.” Bisma pun terdiam lama mendengar perkataan Amba yang pasrah. Dan karena terlalu lama ia merentangkan busur panahnya, membuat tangannya lemas bergetar berkeringat, tanpa sengaja, anak panah itu terlepas dari busurnya dan menembus dada Amba. Karena tidak disengaja, Bisma segera berlari memeluk erat dan membalut luka Amba dengan jubahnya sambil menangis tersedu-sedu. “Ambaaaa..., Maafkan aku, Amba... sejujurnya aku menginginkanmu.., Tolong bertahanlah Amba (terus membasuh luka darah di dada Amba yang sekarat), Maafkan...maafkan aku..” Namun, sebelum Amba menghembuskan napas terakhirnya, ia berpesan kepada Bisma, “Bismaaaaa...(ucapnya lirih), ingatlah..., aku bersumpah terlahir (reinkarnasi) sebagai anak Raja Drupada, akan ikut dalam perang Pandawa dan Korawa, dan aku sendiri yang akan membunuh dan menjemput kematianmu nanti..., Bismaa..., kita akan bersama selamanyaa...” (nafasnya pun terhenti, Amba tiada). “Yaa Amba (air mata terus meleleh), aku akan menunggumu..., aku siap mati dijemput olehmu..” jawab Bisma dengan rasa berdosanya. “AMBAAAAAA....!!!!!!” (Teriakan perih duka di hati Bisma, memecah hutan yang sunyi nan sendu diselimuti kabut dengan hujan gerimis yang turun seketika dari langit.)
“Sudahlah Amba, tolong jangan mendekat lagi, Atau aku tak akan segan-segan panah ini membunuhmu jika terus memaksaku.”
Amba tidak takut dengan ancaman Bisma, ia berkata bahwa, “Baiklah, (sambil memejamkan mata) Cepat Bunuhlah aku, lebih baik aku mati dengan Bahagia di tanganmu, dari pada harus menanggung malu kembali ke kerajaan Kasi ataupun Hastinapura.” Bisma pun terdiam lama mendengar perkataan Amba yang pasrah. Dan karena terlalu lama ia merentangkan busur panahnya, membuat tangannya lemas bergetar berkeringat, tanpa sengaja, anak panah itu terlepas dari busurnya dan menembus dada Amba. Karena tidak disengaja, Bisma segera berlari memeluk erat dan membalut luka Amba dengan jubahnya sambil menangis tersedu-sedu. “Ambaaaa..., Maafkan aku, Amba... sejujurnya aku menginginkanmu.., Tolong bertahanlah Amba (terus membasuh luka darah di dada Amba yang sekarat), Maafkan...maafkan aku..” Namun, sebelum Amba menghembuskan napas terakhirnya, ia berpesan kepada Bisma, “Bismaaaaa...(ucapnya lirih), ingatlah..., aku bersumpah terlahir (reinkarnasi) sebagai anak Raja Drupada, akan ikut dalam perang Pandawa dan Korawa, dan aku sendiri yang akan membunuh dan menjemput kematianmu nanti..., Bismaa..., kita akan bersama selamanyaa...” (nafasnya pun terhenti, Amba tiada). “Yaa Amba (air mata terus meleleh), aku akan menunggumu..., aku siap mati dijemput olehmu..” jawab Bisma dengan rasa berdosanya. “AMBAAAAAA....!!!!!!” (Teriakan perih duka di hati Bisma, memecah hutan yang sunyi nan sendu diselimuti kabut dengan hujan gerimis yang turun seketika dari langit.)
Bertambah
kalutlah perasaan Bisma mengetahui Amba yang ia cintai mati ditangannya
sendiri. Namun apalah daya seorang Bisma, ia tetaplah ksatria, ia harus setia
dengan sumpahnya. Bisma diselimuti perasaan bersalah karena telah memberikan
harapan palsu pada Dewi Amba dan membuat seumur hidupnya menjadi kacau hingga
kematiannya.
Setelah
menikahkan Citrānggada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa,
dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara
berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan
Wicitrawirya diserahkan pada Byasa, putra Durgandini dari suami pertama.
Byasa-lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Drestarata, orangtua Pandawa dan
Korawa.
Roh
Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang
Bharatayuddha. Lahirlah Srikandi anak Raja Drupada dari kerajaan Panchala yang
merupakan reinkarnasi dari Amba. Srikandi adalah istri Arjuna, penengah
Pandawa. Meskipun ia seorang wanita tetapi ia terampil dalam ilmu keprajuritan
terutama ilmu memanah yang diajarkan Arjuna kepadanya. Srikandilah yang
bersedia mengambil dan memakai kalung bunga Dewa Sangkara, dan itu berarti ia
lah yang akan menjadi penyebab gugurnya Bisma.
Demi
janjinya membela Astina, Bisma tampil saat perang Baratayudha, Bisma menjadi
panglima Kurawa, sebab ia menepati janjinya akan melindungi Astina siapapun
yang menjadi Rajanya. Walau di dalam hatinya Bisma tidak pernah setuju pada
perbuatan dan tindakan para Kurawa.
Bisma
yang sakti tak terkalahkan, semua panah, pedang dan tombak tidak ada yang mampu
menembus tubuhnya yang sakti, semua rontok seperti rambut yang berjatuhan,
dengan mudahnya Ia berhasil mengalahkan Seta ditepi Sungai Gangga, serta
mengangkat dan melempar tubuh Drestajumna keluar dari pagar garis medan
pertempuran.
Pada
Malam harinya, Kresna yang sudah kehabisan akal mengajak Arjuna mengunjungi
tenda Resi Bhisma. Berkat Aji Halimunan yang dimiliki oleh Arjuna, keduanya
berhasil memasuki tenda Resi Bhisma tanpa diketahui oleh para pengawal Kurawa
(tidak seperti Burisrawa, sebagai seorang ksatria sejati, Arjuna tidak
menggunakan ajiannya ini pada saat berperang). Kresna membujuk Resi Bhisma
untuk mengalah, Resi Bhisma tersenyum. Tetapi Bhisma menyadari di tangan
Pandawa dan penerusnya, Astina akan mendapatkan kejayaan. Bhisma mengakui
Laksmana mandarakomara, anaknya Suyudana, sebagai seorang yang tidak pantas
menjadi raja. Bhisma juga menyadari bahwa dia jugalah yang menjadi hambatan
besar bagi Pandawa untuk meraih kemenangan. Selain itu Bhisma juga terpengaruh
oleh pernyataan Kresna yang menyatakan selama ini Bhisma tidak adil dengan
menjadi pelindung Kurawa dan melalaikan Pandawa. Resi Bhisma dinilai tidak
membela sama sekali saat Pandawa terusir dari negerinya, juga saat Dewi
Drupadi, istri Yudistira mendapat penghinaan dari orang-orang Kurawa. Resi
Bhisma terus berdalih bahwa dia selama ini tinggal di padepokannya yang jauh
dari Astina Pura. Tetapi dalam hatinya mengakui bahwa dia telah menelantarkan
para Pandawa. Akhrinya, Bhisma memberi petunjuk bahwa dia pantang menyerang
seorang perempuan, maka tampilkanlah seorang perempuan untuk melawannya dan
menjadi perisai bagi Arjuna.
Esok
harinya, hari ke-10 Bharatayuda, Kresna menampilkan Srikandi, istri Arjuna,
untuk mendampingi suaminya menghadapi Resi Bhisma. Pertimbangannya, Srikandi
sangat mahir menggunakan panah. Kutukan Amba akhirnya memang menjadi kenyataan,
saat perang akbar di Kurusetra, Srikandi turut terjun ke medan laga. Ia
berhadapan dengan Resi Bisma. Saat Dewi Srikandi sudah berhadapan dengan Eyang
Bisma. Dewi Srikandi berkali-kali dipukul oleh Resi Bisma, namun tidak membalas
sedikitpun, entah kenapa Srikandhi merasa seperti pernah mengenal Bisma.
Tiba-tiba Resi Bisma pun teringat, waktu memandang Dewi Srikandhi, seperti
berhadapan dengan Dewi Amba. Ketika menatap dekat Srikandi, Resi Bhisma
terkejut seketika, menyadari sepenuhnya, Srikandi adalah titisan Dewi Amba, di
mata Resi Bhisma sekejap yang terlihat adalah wajah Dewi Amba seutuhnya. Pada
saat memberitahu Kresna dan Arjuna semalam, Resi Bhisma tidak menyangka bahwa
yang akan tampil adalah seorang titisan Dewi Amba. Dia melihat jiwa Dewi Amba
berada pada raga Srikandi, pada saat itulah ia menyadari bahwa waktunya telah
tiba, Amba telah datang menjemputnya. “Ambaa... , engkaukah itu?”(Dalam hatinya
terus bertanya kalut, merasa bersalah menyesal seumur hidupnya). Resi Bisma
berdiam lama teringat dalam lamunannya, waktu Dewi Amba dengan manja memeluk
dan mencium, menggoda paksa mempesona dihadapannya.
Melihat
situasi yang sedemikian rupa, Prabu Kresna langsung memerintahkan Dewi Srikandi
untuk memanah Resi Bisma, Dewi Srikandi segera memanah Resi Bisma, panahpun
dengan cepat melesat kearah Resi Bisma. Betapa bahagianya ia, ketika panah
Pasopati milik Arjuna diluncurkan oleh Srikandi.
Dengan
cepat Arjuna membantu Srikandhi melayangkan serbuan anak panah lagi disertai
dengan kekuatan tinggi mendorong panah Srikandi agar cepat mengenai dada Resi
Bisma. Dengan seketika hujan panah itu begitu ajaibnya langsung tertancap di
dada Resi Bisma, seolah pertanda sumpahnya telah tercabut, tubuh Bisma pun
jatuh ke bumi di Tegal Kurusetra. Bisma merasakan bahwa inilah saatnya ia
terlepas dari tanggung jawab sumpahnya sendiri dan ia bisa menjalin cintanya
yang sempat tertunda di kehidupan selanjutnya.
Alhasil,
tubuh Resi Bhisma pun dipenuhi oleh anak panah. Tubuhnya tidak menyentuh tanah
karena tersangga oleh panah-panah yang menancap, hanya kepalanya yang tidak terkena
anak panah, menjuntai. Melihat Resi Bhisma roboh, peperangan mendadak terhenti.
Arjuna melompat dari keretanya dengan menangis menghampiri Resi Bhisma.
Resi
Bhisma tidak segera mati. Dia mempunyai kesaktian untuk menentukan hari
matinya. Pandawa, Kurawa serta para pini sepuh mendatangi Resi Bhisma. Resi
Bhisma berkata bahwa dia butuh bantal untuk menyangga kepalanya. Suyudana
segera menyuruh para Kurawa mengambil bantal yang empuk dan indah, berupa tilam
bersulam emas dari Istana Astina. Tapi Resi Bhisma menolaknya seraya memanggil
Arjuna. Arjuna mengerti maksudnya, dia segera melepaskan tiga buah anak panah
yang menancap di tanah sedemikian rupa yang membentuk penyangga kepala Resi
Bhisma. Sedangkan Werkudara memberikan perisai-perisai perajurit yang telah
gugur untuk menyelimuti Resi Bisma. Pandawa juga membuatkan penutup kelambu
untuk menghormati Resi Bisma. Kemudian Resi Bhisma meminta minum. Suyudana
segera menyuruh para Kurawa menyediakan minuman buah-buahan yang lezat. Resi
Bhisma kembali menolaknya dan meminta Arjuna menyediakan minuman baginya.
Arjuna mengambil satu anak panah lagi dan dengan mantranya panah itu dilepas ke
tanah yang dari tempatnya menancap muncullah semburan air yang menyiram muka
Resi Bhisma. Setelah terpuaskan dahaganya, semburan air itu pun berhenti. Resi
Bhisma berkata bahwa dia ingin menyaksikan Bharatayuda sampai akhir. Medan
pertempuran pun digeser agar tidak mengganggu Resi Bhisma. Bharatayuda
dilanjutkan.
Hanya
delapan hari setelah kekalahan Resi Bhisma, Bharatayuda usai. Pandawa muncul
sebagai pemenangnya. Pandawa kembali mengunjungi Resi Bhisma, bersama ibu
mereka, Dewi Kunti Nalibrata, Sri Kresna dan Prabu Baladewa. Sebelum meninggal
Resi Bhisma berpesan kepada Yudistira untuk tidak mengesampingkan kepentingan
negara demi kepentingan lainnya. Bahkan meskipun itu demi kepentingan suatu
sumpah yang suci.
Menjelang
di akhir perang Bharatayuda, Srikandhi dibunuh saat tertidur lelap di tenda
peristirahatan oleh Aswatama yang menyusup mencari bayi Parikesit. Roh
Srikandhi pun kembali dalam wujud Dewi Amba yang telah menanti Bisma (sesaat
itu pula Bisma pun tiada, Ia menghembuskan napas terakhirnya saat garis balik
matahari berada di utara, Uttarayana), dengan tersenyum dan akhirnya arwah
mereka bahagia, Bisma dan Amba bersama-sama bergandengan tangan menuju
kehidupan selanjutnya. Bisma gugur sebagai ksatria sejati.
Resi
Bhisma Dewabhrata, orang yang paling dihormati dalam epos Mahabrata. Resi
Bhisma adalah ahli strategi Perang yang handal, tipe lelaki yang lurus, cakap,
tangguh, disiplin, jujur, penuh tanggung jawab, bijaksana dan berdedikasi
tinggi. Walaupun tidak menjadi raja, dia tetap seorang pemimpin. Diantara
sekian banyak ksatria keturunan Kuru Dialah putra terbaiknya.
Posting Komentar