MAHABARATA Bale Sigala-gala
MAHABARATA Bale Sigala-gala
Di hadapan
sang raja, Bimasena tidak mengisahkan peristiwa yang sebenarnya menimpa dirinya
di kedung Sungai Gangga wilayah hutan Pramanakoti. Hal tersebut dilakukan
semata-mata agar tidak ada dendam yang tersisa di hatinya. Ia teringat nasihat
Naga Aryaka ”Bima, janganlah engkau membalas kejahatan saudara tuamu dengan
kejahatan pula, karena hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Serahkan
masalahmu kepada Sang Hyang Tunggal penguasa alam semesta. Serahkan kepada Dia
perbuatan jahat Sengkuni dan Kurawa. Jika pun ada hukuman, biarlah Dia yang
menghukumnya.” Dan Bimasena telah berjanji untuk mentaati nasihat Naga Aryaka,
dewa penguasa sungai telah menolong, menyelamatkan dan bahkan memberikan
anugerah Tirta Rasakundha kepada dirinya.
Prabu
Destarastra tahu bahwa ada sesuatu kejadian buruk yang disembunyikan Bimasena,
maka pada kesempatan lain Deatarastra memanggil beberapa orang terdekat tanpa
kehadiran Bimasena dan saudara-saudaranya. Pada kesempatan tersebut, Sang Prabu
Destarastra melampiaskan amarahnya kepada Sengkuni.
“Sengkuni,
Sengkuni, sampai kapankah engkau akan mempermainkan aku? Berapa kali engkau
telah meniupkan kabar bohong kepadaku yang adalah raja Hastinapura.”
“Ampun Sang
Prabu Destarastra, waktu itu memang benar, saya melihat dengan mata kepala
sendiri, bahwa seusai pesta, mungkin karena saking banyaknya minum tuak,
Bimasena jalan sempoyongan dan masuk ke kedung sungai Gangga. Para perajurit
berjaga-jaga di pinggir sungai, dan siap menolong jika sewaktu-waktu Bimasena
timbul dari kedung tersebut. Namun hingga sampai dengan hari ke tiga, anak ke
dua dari Pandudewanata tersebut tidak muncul juga. Salahkah jika kemudian aku
menyimpulkan bahwa Bimasena telah mati? Adakah seseorang yang mampu bertahan di
dalam air selama tiga hari?”
“Sengkuni!
Nyatanya engkau salah! Bimasena masih hidup!!!
Bentakan
Destarastra membuat semua yang ada di pisowanan tersebut tertunduk diam. Tidak
ada satupun yang berani mengeluarkan kata-kata. Destarastra sendiri nampaknya
sudah tidak ingin lagi mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan ia memberi isyarat
kepada Gendari agar dituntunnya meninggalkan pisowanan terbatas.
Sengkuni
semakin terbakar atas nasib baik yang dialami Bimasena. Api kebencian yang
menyala-nyala di hati Sengkuni memang ingin sungguh-sungguh diwujudkan untuk
membakar, tidak hanya Bimasena tetapi juga Kunti dan ke lima anaknya.
Untuk sebuah
rencana besar tersebut, Sengkuni tidak mau gagal lagi. Ia memerintahkan
Purucona, arsitek nomor satu di Hastinapura untuk membuat sebuah bangunan
peristirahatan yang indah dan nyaman di atas pegunungan di luar kotaraja
Hastinapura. Bangunan semi permanent tersebut dirancang kusus. Tiang-tiang
bangunan diisi dengan sendawa dan gandarukem, bahan sejenis mesiu dan minyak
yang mudah terbakar.
Kunti dan
Anak-anaknya memang bukan tipe pendendam. Di hati mereka telah diajarkan
bagaimana senantiasa menumbuhkan sikap nan tulus untuk mengasihi kepada
siapapun tak terkecuali, termasuk kepada mereka yang telah menganiaya dirinya.
Karena dengan demikian hatinya tidak ditumbuhi dendam yang menggerogoti dan
meracuni hidupnya.
Oleh
karenanya, sekali lagi, bujuk rayu Sengkuni dan Duryudana berhasil mengajak Ibu
Kunti, Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Nakula dan Sadewa untuk merasakan
nyamannya rumah peristirahatan yang bernama Bale Sigala-gala di puncak
pegunungan.
Dua pekan
lagi, saat purnama sidhi, Kunti dan ke lima anaknya berjanji akan memenuhi
undangan Sengkuni dan para Kurawa dalam acara andrawina di Bale Sigalgala.
Mendengar rencana tersebut Sang Paman Yamawidura, orang yang mempunyai
kelebihan dalam hal membaca kejadian yang belum terjadi, merasakan firasat buruk
yang harus dihindari. Maka ia memanggil Kanana abdinya, yang ahli membuat
terowongan. Kanana diperintahkan untuk menyelidiki Pesanggrahan Bale
Sigala-gala dan secepatnya membuat terowongan untuk jalan penyelamatan jika
terjadi sesuatu atas pesanggrahan tersebut.
Kanana
segera melaksanan perintah rahasia Yamawidura dengan sebaik-baiknya,
serapi-rapinya dan secepat-cepatnya. Ia tahu bahwa sosok Yamawidura adalah
titisan Bathara Dharma, dewa keadilan dan kebenaran. Ia mempunyai kelebihan dan
tak tertanding di negara Hastinapura dalam hal membaca kejadian yang akan
terjadi. Raja Sendiri mengakui kelebihan adiknya yang sangat disayanginya itu.
Maka Kanana meyakini bahwa bakal terjadi huru-hara besar, dan terowongan yang
ia buat atas perintah Yamawidura, benar-benar akan menjadi sarana untuk jalan
penyelamatan. Kurang dari dua pekan Terowongan yang panjangnya lebih dari 400
langkah tersebut telah selesai. Kanana benar-benar menunjukan kualitasnya.
Pada malam
menjelang pesta di Balai Sigala-gala, tepat pada tabuh ke sebelas Yama Widura
mengidungkan mantra-syair yang isinya mengingatkan agar setiap orang selalu
waspada dan berjaga-jaga dalam doa dan pujian, untuk memohon keselamatan, jauh
dari segala yang jahat.
Kunti dan
Bima belum tidur. Mereka terhanyut oleh syair-syair yang dikidungkan
Yamawidura. Batin yang cerdas dapat menangkap bahwa melalui Kidung malam
tersebut Yamawidura ingin mengingatkan agar Kunti dan Anak-anaknya yang besok
sore akan memenuhi undangan para Kurawa di Bale Sigala-gala jangan menanggalkan
kewaspadaan dan selalu berdoa mohon terhindar dari segala mara bahaya.
Lewat tengah
malam, Yamawidura menyelesaikan pembacaan mantra yang di kidungkan. Hampir
bersamaan, Kunti dan Bimasena terlelap dalam tidur, menyusul Puntadewa,
Herjuna, Sadewa, Nakula dan juga Padmarini isteri Yamawidura dan kedua anaknya
Sanjaya dan Yuyutsuh.
Malam merambat pelan dilangit Panggombakan. Seakan
enggan menemui pagi. Mungkin karena ia tidak sampai hati menyaksikan tragedi
besar yang akan terjadi di rumah indah dan asri yang bernama Bale Sigala-gala
Posting Komentar