MAHABARATA Dewayani dan Kacha
MAHABARATA Dewayani dan Kacha
Dewayani dan Kacha
Pada jaman dahulu kala, sering terjadi pertempuran-pertempuran
panjang dan sengit antara para dewata dengan para raksasa. Mereka berebut ingin
menguasai tribuana. Para dewata dipimpin seorang resi bernama Wrihaspati yang
sangat terkenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang kitab-kitab Weda,
sedangkan para raksasa dipimpin Mahaguru Sukra yang arif bijaksana.
Wrihaspati dan Sukra sama-sama ahli perang yang sangat
termasyhur. Tetapi, Sukra memiliki keunggulan yang sangat mengerikan, yaitu
ilmu gaib Sanjiwini yang dapat menghidupkan siapa saja yang sudah mati. Jadi,
setiap kali ada raksasa mati di medan pertempuran, Sukra dapat menghidupkannya
lagi. Begitu berkali-kali, sehingga jumlah mereka tak pernah berkurang dan
mereka dapat melanjutkan perang melawan para dewata. Akibatnya, para dewata
selalu kalah melawan para raksasa .
Akhirnya, para dewata berunding, mencari akal untuk mengalahkan
para raksasa. Diputuskanlah untuk menemui Kacha, putra Wrihaspati, dan meminta
bantuannya. Mereka berharap Kacha bisa menawan hati Sukra dan membujuknya agar
ia diijinkan menjadi murid mahaguru itu. Dengan menjadi murid Sukra, para
dewata berharap Kacha bisa menguasai ilmu gaib Sanjiwini, dengan cara mulia
atau cara curang, sehingga para dewata bisa terhindar dari kekalahan
terus-menerus .
Kacha menyanggupi permintaan para dewata itu. Ia lalu pergi
menghadap Mahaguru Sukra yang tinggal di istana Raja Wrishaparwa, raja para
raksasa .
Sampai di hadapan mahaguru itu, Kacha memberi salam hormat lalu
berkata, “Hamba ini cucu Resi Angiras dan anak Resi Wrihaspati. Hamba telah
bersumpah menjadi seorang brahmacharin dan ingin menuntut ilmu di bawah asuhan
Yang Mulia Mahaguru.”
Sesuai adat, seorang guru yang bijaksana tidak boleh menolak
murid yang ingin berguru kepadanya. Maka Mahaguru Sukra berkata, “Kacha, engkau
adalah keturunan keluarga baik-baik. Aku terima kau sebagai muridku. Dan
ingatlah, aku terima kau karena aku ingin menunjukkan hormatku kepada Resi
Wrihaspati, ayahmu.”
Demikianlah, Kacha pun menjadi murid Mahaguru Sukra. Semua tugas
kewajiban yang diberikan oleh gurunya dikerjakannya dengan sungguh-sungguh.
Salah satu tugasnya adalah menghibur putri Mahaguru Sukra yang bernama
Dewayani. Mahaguru itu hanya memiliki seorang anak. Tak heran, Dewayani menjadi
tumpahan kasih sayangnya. Semua keinginannya selalu dikabulkan.
Kacha diperintahkan menghibur Dewayani dengan menyanyi, menari
atau mengajaknya bermain. Lama kelamaan, Kacha tertarik kepada putri itu.
Tetapi, karena ia telah bersumpah menjadi brahmacharin yang sepenuhnya
mengabdikan diri untuk belajar ilmu agama di bawah bimbingan seorang guru dan
mengamalkan segala kebajikan hidup tanpa menikah, ia menahan diri dan berusaha
keras untuk tidak melanggar sumpahnya.
Sementara itu, para raksasa yang mengetahui bahwa pemimpin
mereka mengambil anak Wrihaspati sebagai murid merasa cemas dan curiga.
Jangan-jangan niat Kacha tidak tulus berguru. Jangan-jangan sebenarnya Kacha
ingin mencari kesempatan untuk membujuk gurunya agar memberikan rahasia ilmu
gaib Sanjiwini. Karena itu, mereka berunding, mencari akal untuk membunuh Kacha
.
Pada suatu hari, seperti biasa Kacha menggembalakan sapi-sapi
gurunya ke padang rumput. Tiba-tiba datang beberapa raksasa, mereka
menyergapnya lalu membunuhnya. Mayat Kacha dicincang dan dibiarkan menjadi
makanan anjing .
Sore harinya, sapi-sapi itu pulang ke kandang tanpa Kacha.
Dewayani yang melihat hal itu merasa cemas. Ia segera menemui ayahnya. Katanya
sambil menangis tersedu-sedu, “Matahari telah terbenam, dan pedupaan untuk
pemujaan malam Ayahanda telah dinyalakan, tetapi Kacha belum pulang. Sapi-sapi
gembalaannya sudah pulang ke kandang. Ananda khawatir kalau-kalau sesuatu yang
buruk menimpa Kacha. Tolonglah dia, Ayah. Ananda sangat mencintainya dan tak
dapat hidup tanpa dia.”
Mendengar permohonan putri kesayangannya, Mahaguru Sukra segera
mengucapkan mantra. Dengan kesaktiannya, ia tahu Kacha sudah mati. Karena itu,
untuk menghidupkan kembali dan memanggil pemuda itu, ia mengucapkan mantra gaib
Sanjiwini. Seketika itu Kacha hidup kembali dan berada di hadapan mereka dengan
wajah tersenyum. Dewayani bertanya, mengapa ia terlambat pulang. Kacha
bercerita, ia diserang dan dibunuh para raksasa ketika sedang menggembalakan
sapi. Tetapi, bagaimana ia bisa hidup kembali dan berada di hadapan mereka, ia
tidak bisa menerangkannya .
Para raksasa kecewa melihat Kacha hidup kembali. Mereka terus
memata-matai pemuda itu, mencari kesempatan untuk membunuhnya.
Suatu hari, Kacha pergi ke hutan, mencari bunga yang langka
untuk Dewayani. Ketika sedang berada di dalam hutan lebat, ia disergap para
raksasa lalu dibunuh. Mayatnya dicincang, dibakar, lalu abunya dibuang ke laut.
Berhari-hari Dewayani menunggu, tetapi Kacha tak pulang-pulang.
Akhirnya putri itu menghadap ayahnya dan mengadukan hal itu kepadanya. Sekali
lagi, Resi Sukra menggunakan ilmu gaib Sanjiwini dan memanggil Kacha. Pemuda
itu hidup kembali .
Para raksasa semakin geram. Ketika ada kesempatan, untuk ketiga
kalinya mereka membunuh Kacha. Dengan cerdik mereka membakar mayatnya, lalu
mencampurkan abunya ke dalam minuman anggur yang mereka persembahkan kepada
Resi Sukra. Tanpa curiga, pemimpin mereka meminum anggur itu. Sore harinya,
sapi-sapi itu pulang kandang tanpa gembalanya. Sekali lagi Dewayani menghadap
ayahnya, menangis dan memohon agar ayahnya memanggil dan menghidupkan kembali
Kacha .
Resi Sukra menghibur anaknya,
“Walaupun Ayah sudah dua kali menghidupkan Kacha, rupa-rupanya
para raksasa sudah bertekad membunuhnya. Wahai, Anakku, kematian adalah hal
biasa. Sungguh tidak pantas orang yang berjiwa besar seperti engkau menangisi
kematiannya. Nikmatilah hidupmu yang dilimpahi berkah kegembiraan, kecantikan
dan kemurahan hati serta penuh damai di dunia.”
Dewayani tak merasa terhibur oleh kata-kata ayahnya. Ia sangat
mencintai Kacha. Demikianlah, sejak dunia tercipta, nasihat resi yang paling
bijaksana pun tak pernah bisa menghilangkan duka hati seorang wanita yang
kehilangan kekasihnya.
Dewayani berkata, “Kacha, cucu Angiras dan putra Wrihaspati
adalah pemuda yang tidak berdosa. Ia telah menyerahkan diri untuk melayani
kita. Aku mencintainya sedalam lubuk hatiku. Tetapi sekarang ia mati dibunuh.
Hidupku menjadi hampa dan tanpa cinta. Karena itu, wahai Ayahanda, aku akan
mengikutinya.”
Setelah berkata demikian, Dewayani berpuasa, tidak makan dan
tidak minum .
Resi Sukra tak tega melihat putri kesayangannya berduka. Ia
marah kepada para raksasa yang telah membunuh Kacha. Pembunuhan terhadap
brahmana adalah dosa terkutuk. Mereka pasti akan mendapat balasan yang setimpal
.
Sekali lagi Resi Sukra mempergunakan ilmu gaib Sanjiwini untuk
menghidupkan Kacha. Sekali lagi Kacha hidup kembali dari anggur yang sudah
masuk ke lambung sang Mahaguru. Tetapi ia tidak bisa keluar karena berada di
tempat yang sangat aneh. Ia hanya dapat menjawab dengan menyebutkan namanya dan
mengatakan tempat ia berada .
Mendengar itu, Resi Sukra berkata dengan berang, “Hai,
Brahmacharin, bagaimana engkau bisa masuk ke dalam tubuhku? Apakah karena
perbuatan para raksasa? Sungguh keterlaluan. Ingin rasanya aku membunuh semua
raksasa dan menyatukan diriku dengan para dewata. Tetapi, sebelum itu
kulakukan, ceritakan dulu semuanya kepadaku.”
Dengan susah payah, dari dalam lambung Resi Sukra, Kacha
menceritakan apa yang dialaminya .
Resi mahasakti itu menyahut, “Kini aku, Resi Sukra yang suci,
luhur budi, dan termasyhur, menjadi geram karena ditipu dengan persembahan
minuman anggur. Karena itu, demi kebajikan dan peri kemanusiaan, kuperingatkan
bahwa kesucian dan keluhuran budi akan meninggalkan siapa pun yang meminum
anggur dengan tidak bijaksana. Orang yang demikian akan terkutuk. Demikian
pesanku dan hal ini akan dinyatakan dalam kitab-kitab suci sebagai larangan
yang tak boleh dilanggar.”
Setelah berkata demikian, Resi Sukra memandang Dewayani sambil
berkata, “Anakku sayang, sekarang engkau harus memilih. Kalau kau ingin Kacha
hidup kembali, ia harus keluar dari dalam tubuhku dan itu berarti kematian
bagiku. Ia hanya bisa hidup di atas kematianku.”
Dewayani menangis tersedu-sedu sambil berkata, “Oh Dewata,
sungguh pilihan yang tak mungkin kupilih. Aku sangat menyayangi Ayahanda dan
Kacha. Jika salah satu dari kalian mati, aku akan mati. Aku tak sanggup hidup
tanpa kalian berdua.”
Sambil mencari jalan untuk menyelesaikan masalah berat itu, Resi
Sukra berkata kepada Kacha,
“Wahai putra Wrihaspati, sekarang aku tahu apa sesungguhnya
niatmu datang berguru kepadaku. Kau akan memperoleh apa yang kauinginkan. Aku
akan menghidupkan kau kembali demi Dewayani dan demi dia pula aku tidak boleh
mati. Satu-satunya jalan adalah mengajarkan ilmu gaib Sanjiwini kepadamu.
Dengan menguasainya, kau akan bisa menghidupkan aku kembali meskipun tubuhku
hancur setelah mengeluarkan engkau. Berjanjilah untuk menggunakan ilmu gaib
Sanjiwini yang akan kuajarkan kepadamu untuk menghidupkan aku kembali, agar
Dewayani tidak berduka atas kematian salah satu dari kita.”
Dari dalam lambung gurunya, Kacha mengucapkan janjinya.
Demikianlah, Mahaguru Sukra memberikan rahasia ilmu gaib
Sanjiwini kepada Kacha. Seketika itu juga Kacha keluar dari dalam tubuh
gurunya, sementara sang Resi langsung rubuh, wafat dengan tubuh hancur
berkeping-keping. Kacha memenuhi janjinya. Ia segera sujud di depan jenazah
gurunya dan mempergunakan ilmu gaib Sanjiwini. Katanya, “Guru yang ikhlas
membagi ilmu kepada muridnya ibarat seorang ayah yang mengasihi putranya.
Karena aku keluar dari tubuhmu, maka aku adalah anakmu juga.”
Beberapa tahun lamanya Kacha meneruskan hidupnya sebagai murid
Resi Sukra, sampai tiba waktunya untuk kembali ke dunia para dewata. Ketika
saat itu tiba, ia mohon diri kepada gurunya. Sang Resi merestuinya dan
mengijinkannya pergi. Kemudian Kacha minta diri kepada Dewayani .
Putri jelita ini dengan hormat berkata,
“Wahai cucu Angiras, kau telah menawan hatiku dengan kesucian
hati, hidupmu yang tidak bercacat, kemajuanmu dalam menuntut ilmu, dan
asal-usulmu yang agung. Sejak lama aku mencintaimu dengan sepenuh hati,
walaupun engkau tetap teguh menjalankan sumpahmu sebagai brahmacharin. Tetapi,
sudah selayaknya sekarang engkau menerima cintaku dan sudi membuatku bahagia
dengan menikahiku.”
Kacha menjawab, “Oh, Dewayani yang suci, engkau adalah putri
mahaguruku yang selalu kusegani. Aku hidup kembali setelah keluar dari tubuh
ayahmu. Karena itu, aku kini menjadi saudaramu seayah. Sungguh tidak pantas
jika engkau memintaku agar sudi mengawinimu.”
Dewayani berkata, “Engkau anak Wrihaspati yang patut kuhormati
dan bukan anak ayahku. Aku yang menyebabkan kau bisa hidup kembali, karena aku
mencintaimu dan mengharapkan engkau menjadi suamiku. Tidak pantas engkau
meninggalkan aku yang tidak berdosa ini tanpa memberiku kesempatan untuk
mengabdi kepadamu.”
Kacha menjawab, “Jangan mencoba membujukku untuk melakukan hal
yang tidak benar. Engkau sungguh jelita, dan semakin jelita dalam keadaan marah
seperti sekarang, tetapi aku adalah saudaramu. Abdikanlah hidupmu untuk
kebajikan dalam bimbingan ayahmu, Mahaguru Sukra. Jalani hidupmu seperti
dahulu. Berdoalah dan relakan aku pergi.”
Setelah berkata demikian, dengan lembut Kacha melepaskan diri
dari pegangan Dewayani dan kembali ke dunia para dewata .
Sepeninggal Kacha, Dewayani selalu sedih dan murung. Tak ada yang
bisa menghiburnya, tidak juga Mahaguru Sukra, ayahnya.
Posting Komentar