MAHABARATA Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi
MAHABARATA Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi
Setelah Jarasandha mati, Pandawa mengundang raja-raja untuk
bermusyawarah dan menyaksikan upacara rajasuya yang sudah ditradisikan sejak
jaman dahulu dan sesuai dengan ajaran agama. Upacara dilaksanakan untuk
memberikan gelar Maharajadiraja kepada raja yang dianggap pantas menyandangnya.
Sesuai tradisi, dalam upacara itu penghormatan utama harus diberikan kepada
tamu yang dianggap paling layak menerimanya, diikuti tamu-tamu lainnya, sesuai
keagungan, kekuasaan, kebijaksanaan dan kebajikan masing-masing.
Sebelum upacara dimulai, Pandawa, para penasihat Pandawa, dan
semua raja yang diundang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang pantas
mendapat penghormatan tertinggi sebagai tamu utama dan bagaimana urutan
penghormatan itu akan diberikan kepada tamu-tamu lainnya. Penentuan itu
menimbulkan perbedaan pendapat dan perdebatan sengit. Setelah lama berdebat,
Bhisma, kesatria tua dan penasihat Pandawa yang sangat disegani, berkata bahwa
menurutnya Krishnalah yang paling pantas mendapat penghormatan utama.
Yudhistira sependapat dengannya. Ia menyuruh Sahadewa menyiapkan segala
keperluan upacara dengan penghormatan utama untuk Krishna.
Tiba-tiba Sisupala, Raja Chedi, yang sangat membenci Krishna
bangkit dari tempat duduknya lalu berkata lantang sambil tertawa lebar,
“Sungguh tidak adil. Tetapi aku tidak heran. Orang yang mengharapkan nasihat
dari orang lain pasti berasal dari kelahiran tidak sah.”
Ia berkata demikian sambil menoleh ke arah Pandawa dengan acuh
tak acuh.
Kemudian ia melanjutkan, “Demikian pula orang yang memberi nasihat.
Meski ia berasal dari keturunan yang tinggi derajatnya, kemuliaannya semakin
lama semakin merosot, begitu pula kebijaksanaannya.”
Dengan pandang menghina ia menoleh ke arah Bhisma, putra Dewi
Gangga.
Belum puas menghina Pandawa dan Bhisma, Sisupala melanjutkan,
“Dengar kalian semua! Orang yang diberi kehormatan utama ini sesungguhnya
berasal dari keluarga gila dan dibesarkan sebagai pengecut! Apakah ia pantas
menerima kehormatan utama?!”
Hadirin diam, tertegun. Tak ada yang menjawab.
Sisupala semakin lantang berteriak, “He, kalian semua! Apakah
kalian bisu? Tak beranikah kalian menyatakan pikiran sendiri? Pantas saja.
Keputusan itu tidak sah karena diambil oleh orang-orang yang tidak terhormat.”
Beberapa raja yang hadir dalam sidang itu bertepuk tangan
menyemangati Sisupala. Mendapat tanggapan seperti itu, Sisupala menjadi besar
kepala. ia berkata lagi, kali ini kepada Yudhistira. “He, Yudhistira, lihatlah
para raja yang hadir di sini. Tidak malukah engkau memberikan kehormatan utama
kepada Krishna? Banyak raja yang lebih mulia dan lebih pantas menerimanya
dibanding dia! Tidak memberikan kehormatan utama kepada orang yang layak atau
memberikannya kepada orang yang tidak pantas menerimanya adalah salah besar!
Engkau raja yang agung. Sungguh sayang jika engkau mengabaikan hal ini.”
Hati Sisupala semakin panas karena Yudhistira tidak
menghiraukannya. Maka ia melanjutkan, “Tanpa menghiraukan raja-raja dan para
kesatria yang hadir di sini atas undanganmu, engkau akan berikan kehormatan
utama kepada seorang pengecut yang tak punya malu. Ingat, sikapmu itu membuat
para raja yang kau undang sakit hati. Basudewa, ayah Krishna, hanyalah salah
satu budak Raja Ugrasena. Ia tidak berdarah kesatria dan bukan keturunan
raja-raja. Apakah kesempatan ini sengaja kaugunakan untuk mempertunjukkan sikap
berat sebelahmu kepada Krishna, anak Dewaki? Apa gunanya upacara ini bagi
putra-putra Pandu?
“Hai putra-putra Pandu, kalian masih hijau, kurang terdidik dan
belum berpengalaman. Kalian sama sekali tidak tahu tata cara persidangan
raja-raja terhormat. Bhisma yang berjiwa lemah telah mempermainkan engkau.
“Hai, Yudhistira, mengapa engkau lancang memutuskan pemberian
kehormatan utama tanpa bermusyawarah dulu dengan para raja yang masyhur dan
terhormat? Krishna belum patut menjadi penasihatmu karena ia masih muda. Yang
paling pantas sebenarnya adalah Drona, mahagurumu. Dia juga hadir dalam
persidangan ini. Apakah menurutmu Krishna yang paling mumpuni dalam upacara
keagamaan dan karenanya engkau pilih dia? Itu tidak mungkin, sebab Bhagawan
Wyasa hadir di sini. Masih lebih baik jika kauberikan kehormatan utama kepada
Bhisma. Walaupun lemah hati, ia adalah sesepuh keluargamu. Atau … kepada
Mahaguru Kripa, guru seluruh keluargamu, yang juga hadir di sini. Lalu …
Aswatthama, pahlawan dan ahli kitab suci, juga hadir di sini. Mengapa engkau
pilih Krishna dan melupakan yang lain?”
Sisupala semakin bernafsu, bicaranya semakin lantang, “Putra
mahkota Duryodhana juga hadir di sini. Begitu pula Karna. Tapi mereka tidak
engkau pilih. Dengan memilih Krishna yang bukan keturunan raja, bukan pahlawan,
tidak terpelajar, tidak suci, belum berpengalaman, dan pengecut, engkau
merendahkan derajat semua raja dan putra mahkota yang hadir di sini.”
Ia memandang para raja lalu melanjutkan,
“Wahai Raja-Raja yang saya muliakan, saya bicara bukan karena
tidak setuju Yudhistira bergelar Maharajadiraja. Saya tidak peduli apakah ia
musuh atau kawan. Tetapi, karena banyak mendengar tentang keluhuran budinya,
kita ingin melihat apakah ia bisa memegang teguh panji dharma yang kita
muliakan. Lihatlah, dengan sengaja ia menghina kita. Apakah sikapnya itu
selaras dengan keluhuran budinya yang termasyhur? Tahukah kalian bagaimana
dengan liciknya Krishna membantu Bhima membunuh Jarasandha? Menurutku
Yudhistira sebenarnya rendah budi, sama dengan penasihatnya yang licik dan
pengecut.”
Sampai di sini ia berhenti sebentar. Kemudian dia memandang
Krishna lalu meneruskan kata-katanya dengan berapi-api, “Alangkah pongahnya
engkau, mau menerima kehormatan yang tidak pantas bagimu dari Pandawa yang
tidak mengerti tatakrama! Apa kau sudah lupa diri? Apa kau tidak tahu
tatakrama? Atau kau tidak bisa melihat bahwa upacara ini hanyalah sandiwara
untuk mempermalukan dirimu? Apa kau tidak mengerti bahwa penghormatan yang akan
kauterima pada hakikatnya seperti kotoran yang dilemparkan ke wajahmu? Tak ada
gunanya; seperti memperlihatkan barang-barang indah kepada orang buta. Sekarang
terbukti bahwa Yudhistira, Bhisma dan Krishna berasal dari kelahiran yang
sama.”
Setelah puas memaki-maki, Sisupala mengajak para raja dan
pangeran meninggalkan persidangan. Banyak yang mengikuti jejaknya. Yudhistira,
sebagai tuan rumah, mencoba menenangkan suasana dengan kata-kata santun dan
sikap sabar. Ia memohon agar para raja tenang dan duduk kembali. Tetapi usahanya
sia-sia, karena mereka sangat marah.
Sementara itu, Krishna tidak tinggal diam. Ia tidak terima
dihina dan dipermalukan di hadapan para tamu. Ia bangkit berdiri lalu dengan
cepat menghalangi Sisupala dan para pengikutnya. Pertarungan tidak bisa dihindarkan.
Sesuai adat para kesatria, Krishna dan Sisupala bertarung satu lawan satu.
Setelah bertarung sengit, Sisupala tewas. Melihat itu, para raja yang lain
tidak berani berhadapan dengan Krishna. Mereka mengurungkan niatnya dan kembali
duduk di balai persidangan.
Akhirnya, setelah segala sesuatunya siap, upacara rajasuya
dilangsungkan dengan megah dan meriah, sesuai rencana semula. Dalam upacara itu
Yudhistira diberi gelar dan diakui sebagai Maharajadiraja.
Posting Komentar