MAHABARATA YAYATI
MAHABARATA YAYATI
.YAYATI.


Maharaja Yayati adalah putra Raja Nahusha dan salah seorang
nenek moyang Pandawa. Ia tidak pernah kalah dalam peperangan. Ia selalu
mengikuti petunjuk-petunjuk kitab suci Sastra, menyembah Tuhan dan menghormati
nenek moyang dengan pengabdian yang tak pernah putus. Ia menjadi masyhur karena
pemerintahannya ditujukan untuk kesejahteraan rakyatnya. Sayangnya, ia cepat
menjadi tua karena kutuk-pastu Mahaguru Sukra yang diterimanya karena ia
bersikap tidak adil terhadap Dewayani, istrinya. Yayati menjadi tua renta
dengan cepat. Semangat hidupnya hancur, ia merasa malu dan terhina. Ia tak
mampu lagi mereguk kenikmatan dunia, padahal gairah nafsunya untuk merasakan
madu asmara masih menggebu-gebu.
Pada suatu hari, Yayati memanggil kelima putranya. Setelah
mereka menghadap, ia berkata dengan lembut, meminta mereka agar sudi menolong
ayah mereka.
Kata Yayati, “Kutuk-pastu telah dijatuhkan oleh kakekmu Mahaguru
Sukra, membuatku tiba-tiba menjadi tua. Tahu-tahu aku menjadi tua sebelum
waktunya, padahal aku belum puas mengecap kenikmatan duniawi.
“Ketahuilah, hai putra-putraku, sejak muda aku hidup dengan
mengekang hawa nafsuku, menolak semua kesenangan duniawi walaupun kesenangan
itu wajar dan tidak melanggar aturan kitab-kitab suci. Setelah menikah dengan
ibu kalian, belum lama mengecap kebahagiaan, tahu-tahu aku menjadi tua. Sebab
itu, salah seorang dari engkau hendaknya membantuku memikul bebanku, mengambil
ketuaanku dan memberikan kemudaanmu padaku. Siapa di antara kamu yang bersedia
menolongku akan kuangkat menjadi raja negeri ini. Aku ingin menikmati hidupku
sebagai orang muda yang penuh gairah.”
Pertama-tama ia bertanya kepada putra sulungnya.
Putra sulungnya berkata, “Oh, Ayahanda Raja, semua perempuan dan
dayang-dayang akan mencemoohkan aku kalau aku menjadi tua dalam umurku sekarang.
Aku tidak sanggup menolong Ayahanda. Tanyailah adik-adikku saja.”
Yayati bertanya kepada putranya yang kedua. Dengan lemah lembut
pangeran itu menolak, “Ayahanda, Paduka menyuruhku menjadi tua, itu berarti
Paduka menghancurkan seluruh kekuatan dan ketampananku, dan seperti yang
kutahu, itu juga kebajikan. Aku tidak mampu menghadapi hal ini.”
Selanjutnya, ketika giliran ditanya, putra yang ketiga menjawab,
“Seorang lelaki tua tidak akan mampu naik kuda atau naik gajah dan bicaranya
gemetar. Apa yang masih bisa kulakukan nanti jika tiba-tiba aku menjadi renta?
Aku tidak sanggup.”
Maharaja Yayati marah mendengar penolakan ketiga putranya. Susah
payah dia berusaha mengendalikan diri, menahan amarahnya, dan mencoba berharap
pada putranya yang keempat. Ia berkata, “Maukah engkau mengambil ketuaanku?
Maukah kau menukar kemudaanmu dengan ketuaanku, untuk sementara saja? Tidak
lama. Ayah akan segera menukarnya kembali. Ayah akan mengambil kembali ketuaan
itu dan itu akan membuatmu menjadi muda lagi.”
Tetapi putranya yang keempat meminta maaf karena ia tidak bisa
melakukan itu. Putra keempat itu tahu, sebagai lelaki tua renta nanti, hidupnya
akan bergantung pada orang lain. Ia akan terpaksa selalu meminta bantuan orang
lain karena tak mampu membersihkan badannya sendiri, misalnya. Karena itu,
betapapun sangat mencintai ayahnya, dia tak sanggup memenuhi permintaannya.
Perasaan Yayati kacau. Ia sedih, marah, dan kesal mendengar
penolakan keempat putranya. Tetapi, masih ada satu harapan, yaitu putranya yang
kelima. Putra bungsunya itu belum pernah menolak permintaan atau perintahnya.
Katanya, “Engkau harus menolong ayahmu. Aku hidup sengsara karena ketuaanku
ini, karena kulitku yang keriput, karena rambutku yang memutih, dan karena
ketidakmampuanku. Semua ini gara-gara kutuk-pastu kakekmu, Mahaguru Sukra.
Cobaan ini terlalu berat bagiku! Aku ingin menikmati masa mudaku beberapa waktu
lagi. Maukah engkau mengambil ketuaanku untuk sementara? Setelah cukup puas,
aku akan segera mengembalikan kemudaanmu. Aku akan terima ketuaanku lagi dengan
senang hati. Janganlah engkau menolak permintaanku seperti kakak-kakakmu.”
Puru, putra bungsu Yayati yang sangat menyayangi ayahnya,
berkata, “Ayahku, dengan senang hati aku akan memberikan kemudaanku kepadamu
agar Ayahanda terlepas dari cengkeraman segala kedukaan dan kesusahan dalam
memerintah kerajaan. Ambillah kemudaanku dan berbahagialah Ayahanda!”
Mendengar jawaban itu, Yayati memeluk Puru. Ajaib! Begitu
menyentuh putranya, seketika itu juga dia menjadi muda kembali. Sebaliknya,
Puru tiba-tiba berubah menjadi tua.
Yayati memenuhi janjinya. Takhta kerajaan ia serahkan kepada
Puru yang kemudian termasyhur sebagai raja yang memerintah dengan adil dan
bijaksana.
Sementara itu, Yayati hidup lama dan menikmati kehidupan sebagai
orang muda. Ia reguk segala kenikmatan duniawi dengan gairah yang tak pernah
terpuaskan. Ia pergi ke Taman Kubera dan tinggal di sana selama bertahun-tahun
bersama wanita-wanita cantik dan para bidadari. Bertahun-tahun ia melampiaskan
hawa nafsunya dan menuruti semua keinginannya, tetapi tak pernah merasa puas.
Di balik itu semua, ia merasa hidupnya hampa dan tak berarti karena hanya
mengejar kenikmatan. Akhirnya ia sadar, semua itu sia-sia.
Yayati kembali ke kerajaannya lalu menemui Puru. Kepada putranya
itu ia berkata, “Anakku sayang, sekarang ayahmu sadar. Ternyata nafsu berahi
tidak dapat dilawan dengan melampiaskannya. Ibarat memadamkan api dengan
minyak. Padahal aku sudah mendengar dan membaca ajaran itu sejak muda, tetapi
tidak menyadarinya. Baru setelah menjalani kehidupan serba bebas tanpa
kekangan, Ayah menjadi sadar. Tak satu pun keinginan duniawi, seperti gandum,
emas, sapi, perempuan, dan lain-lain, dapat membuat manusia merasa puas. Tak
satu pun dapat membuat manusia merasa damai. Kita hanya dapat mencapai
kedamaian dengan keseimbangan jiwa yang mengatasi segala kesenangan dan ketidaksenangan.
Ketenangan jiwa dan perasaan damai yang sejati adalah karunia mulia dari Yang
Maha Kuasa.
“Wahai Puru putraku, ambillah kembali kemudaanmu dan perintahlah
kerajaan ini dengan bijaksana dan penuh kebajikan.”
Setelah berkata demikian, Yayati memeluk putranya. Seketika itu
juga ia berubah menjadi tua renta dan Puru kembali menjadi muda. Puru
meneruskan pemerintahannya dengan adil dan bijaksana.
Raja Puru mempunyai putra bernama Dushmanta, yang kelak kawin
dengan Syakuntala, putri angkat Resi Kanwa. Anak Syakuntala dan Dushmanta
dinamai Bharata. Kelak, anak keturunan Bharata menjadi wangsa yang termasyhur.
Setelah
mendapatkan kembali ketuaannya, Yayati pergi ke hutan. Di sana ia bertapa dan
menjalankan ajaran-ajaran suci hingga tiba waktunya ia kembali ke surga
Posting Komentar